Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

PENGURUS Jemparingan Nusantara (JN) PERIODE 2017 s.d 2021

Gambar
Catatan Bpk. Kris Budiharjo tentang : DAFTAR PENGURUS Jemparingan Nusantara (JN) PERIODE 2017   s.d   2021   Dewan Penasehat – Unsur Kemendikbud – Unsur Kemenpora Dewan Pembina 1. KRT Jatiningrat 2. dr. Hasto Wardoyo, Sp OG 3. Agung Anom 4. Abah Tapa Dewan Pengarah 1. Edy Rustopo 2. Gendro 3. Rimawan 4. Agung Sumedi Baca juga :   AWAL berdirinya Jemparingan Nusantara Ketua Umum Drs. SUHARSONO, SH. M.Hum. Sekjen Joko Mursito, S.Sn, MA. Wasekjen Unus Subiyantoro, M. Pd. Bendahara 1. Budi Narwanto 2. Rurie Atmini Divisi Organisasi 1. Dedy Yunanta A. W. (Ketua) 2. Al Thouvik S. AMd. (wakil) 3. Yemy Casandra 4. Ali Wafa 5. Sugeng Riadi 6. S.A. Wibowo, S.Si. Divisi Pembinaan 1. Eko Riyantoko (Ketua) 2. Agung Susila H. S.Sn (Wakil) 3. Arif Fatoni 4. Yuli Wariyanti, S.Or. 5. Dayu Putnama 6. Heru Poerwanto Divisi Litbang 1. Cipto P. S.Si. Apt. (Ketua) 2. Joko Panambang (Wakil) 3. Titis Priyadi B, S.Pd. 4. Dwi Harjanto 5. Rio Trianto 6

Rembug Jemparingan Nusantara

Gambar
Rembug Jemparingan Nusantara Baca juga :   Jemparingan Nusantara [1] Pada sesi pertama – mas Eko ( Kang Lawasan ) sebagai pelontar ide silaturahmi antar paguyuban jemparingan menceritakan kegilaannya pada jemparingan hingga mimpi-mimpi besarnya tentang jemparingan hingga munculnya ide untuk membangun mimpi-mimpi ini bersama paguyuban-paguyuban jemparingan yang mulai bermunculan di berbagai daerah. Ide ini dilontarkan dalam  forum/grup komunikasi online   Jemparingan Mataraman  , dan bersambut baik hingga digelarnya kegiatan ini pada hari Minggu, 8 Januari 2017. Pada kesempatan selanjut, mas  Hafiz Priyotomo  mencoba membagi pengalaman di dalam pengembangan dan pengelolaan komunitas Jemparingan Langenastro serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi  Jemparingan Langenastro  sejak lahir hingga menginjak  usianya yang ke-5 . Sesi kedua dimulai setelah istirahat makan siang dan sholat. Dibuka dengan cerita suka duka dari perwakilan paguyuban dan lembaga di dalam

Jemparingan-Nusantara itu APA sich ?

Gambar
Catatan Bpk.Kris Budiharjo tentang forum-komunitas panahan-tradisional : Jemparingan Nusantara (JN) , bagaimana awal-sejarahnya, sampai terakhir-kali kami berkomunikasi via WAG. ( Bpk. KRIS Panahan ) -Apa  sich   Jemparingan Nusantara  ?  Pertanyaan ini menyeruak dibenak saya terutama… saat saya  ditanting  untuk menjadi salah-satu pengurus di JN, wakil dari Langenastro Salah-satu sumber yg akurat (menurut saya) yg berhasil saya temukan adalah  web-resmi Paseduluran Jemparingan Langenastro , seperti di bawah ini.. Ide awal dilontarkan mas Eko (Kang Lawasan) melalui  forum komunikasi online  grup  Jemparingan Mataraman , mengenai  perlunya diwujudkan  agenda silaturahmi  antar paguyuban jemparingan  menjawab tantangan baru dengan mulai bermunculannya paguyuban-paguyuban jemparingan baru dan gairah memanah, khususnya jemparingan di berbagai daerah. Akhirnya setelah melakukan diskusi singkat dengan  Paseduluran Jemparingan Langenastro , disepakati  pertemuan pertama  ini aka

Belajar memanah di jogja - Bpk. Kris Panahan

Gambar
Belajar memanah di Jogja (Bpk. Kris Panahan ) - Panahan adalah seni budaya yang SUDAH berkembang sejak AWAL berdirinya Kasultanan Yogyakarta. Di kampung-kampung banyak klub JEMPARINGAN. Panahan-tradisional JEMPARINGAN bisa diajarkan kepada anak-anak sejak usia-dini. Di LANGENASTRO kami menyebutnya : para Satria-Alit (ksatria-muda) Untuk Remaja & mahasiswa, kami menyebutnya : Satria-Anom BERBEDA dengan pelajaran panahan pada UMUMnya, di Paseduluran Jemparingan Langenastro, aspek budaya, budi-pekerti, safety, dll lebih ditekankan, disamping tentunya teknik-memanah yang benar dan AMAN. Jemparingan adalah seni memanah dalam posisi duduk bersila, WARISAN Sri Sultan Hamengku Buwana ke 1, di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogyakarta Di SASANA JEMPARINGAN LANGENASTRO, kampung Langenastran-Kidul, Kraton Yogyakarta,  jemparingan diajarkan utk semua umur,  dari PAUD s/d lansia. Kami biasa kumpul latihan jemparingan tiap Rabu-sore & Sabtu-sore.

Jemparingan LANGENASTRO

Gambar
Jemparingan Jogja LANGENASTRO ( Bpk. KRIS Panahan ) -AWAL tahun 2018  ini saya INGIN membuat semacam  corner-stone  / “batu-penjuru” perjalanan belajar MANAH jemparingan saya, khususnya sejak bergabung dengan  Paseduluran Jemparingan LANGENASTRO Jogja . Satrio-Alit LANGENASTRO,  adalah sebutan untuk anak-anak usia PAUD s/d SMP, yg rutin berlatih jemparingan tiap Sabtu sore di Paseduluran Jemparingan Langenastro. Bregada Jemparingan Langenastro  – Gladhen Jemparingan   Langenastro  – Paseduluran Jemparingan Langenastro  sudah sejak awal rutin  menyelenggarakan gladhen / latihan bersama, meliputi : (1) Gladhen Rebo Legi setiap selapan sekali, (2) Gladhen Tanggap Warsa dalam rangka ulangtahun; dan (3) Gladhen Khusus untuk momen khusus; serta (4) Gladhen Hageng – perhelatan akbar gladhen jemparingan BACA ARTIKEL SEBELUMYA : - Busur gendewa jemparingan NEXT :   Belajar memanah di Jogja - - >>  Kembali ke AWAL - - - ----------

Sekilas tentang BUSUR Gendewa jemparingan -bpk.Kris Panahan

Gambar
Busur Gendewa JEMPARINGAN   Sumber : https://www.backstreetacademy.com/yogyakarta/1832/the-making-of-gendewa-traditional-javanese-archery ( Bpk. KRIS Panahan ) -Jual Gendewa Jemparingan untuk anak dan dewasa.  Pak Kris Panahan | Hp/WA. 0838 6768 4151 Toko : Jl. Suryowijayan 69a, pojokbeteng kulon, Yogyakarta 55142. Telp. (0274) 374 327 Jemparingan adalah seni budaya panahan ASLI dari kasultanan Yogyakarta. Dilakukan dlm POSISI duduk bersila (putri: timpuh ), menggunakan GENDEWA (busur) dan JEMPARING (anak-panah). **** Untuk CENGKOLAK (pegangan busur/ riser ) dari kayu keras, spt: Sonokeling, Asem, Nangka, Sawo, dll. Barangkali ada yg mau buat sendiri, modelnya bebas, yg penting nyaman dipakai dan aman / tidak mudah patah. Di pasaran, cengkolak mentah belum di- finishing harga UMUM berkisar Rp.200ribu. Untuk LAR / sayapnya, dari bambu Petung yg TUA, dg jarak antar-ruasnya 65-70cm. Mohon DIHINDARI adanya ruas di tengah lar gendhewo kita, karena getas  /

JEGULAN

JEGULAN Khusus  untuk  para abdi-dalem  dan  keluarga kraton ,  jemparingan  dilakukan dg posisi melintang, tanpa dibidik dg mata, melainkan dg hati. k Asal-usul Jemparingan di Kesultanan Yogyakarta Asal usul jemparingan di Kesultanan Yogyakarta, atau juga dikenal sebagai  jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta , dapat ditelusuri sejak awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono I  (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong segenap pengikut dan rakyatnya untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk watak kesatria. Watak kesatria yang dimaksudkan adalah empat nilai yang harus disandang oleh warga Yogyakarta. Keempat nilai yang diperintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk dijadikan pegangan oleh rakyatnya tersebut adalah :  sawiji ,  greget ,  sengguh ,  dan  ora mingkuh . Sawiji   berarti berkonsentrasi,  greget   berarti semangat,  sengguh   berarti rasa percaya diri, dan  ora mingkuh  berarti bertanggung jawab.  (*) Menurut  GBPH Prabu

Panahan Jemparingan Piala Raja HB-cup 1

Gambar
Panahan Jemparingan Piala Raja 2018 HB cup Dalam Gladhen Jemparingan Piala Raja HB ini, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat diberi kepercayaan oleh Dinas Pariwisata Provinsi  DI Yogyakarta untuk menyelenggarakan Gladhen Hageng Jemparingan. Paseduluran Jemparingan LANGENASTRO mendapatkan palilah (mandat) dari kraton Ngayogyakarta, sebagai pelaksana lapangan (gladhen jemparingan)

Jemparingan Jogja

Gambar
Jemparingan Jogja  A .  Jemparingan Mataraman gagrak PERPANI atau jemparingan-mataraman yg umum kita kenal sekarang, asalnya adalah seni panahan  tradisional  dari  Kasultanan Mataram Yogyakarta  /  Jemparingan Mataraman . Di era pemerintahan  Sultan Agung , jemparingan turut menyebar ke seluruh pulau Jawa – Madura dan Nusantara. Maka tidak heran, sampai  sekarang  masih banyak ditemui di banyak daerah non Yogyakarta, peninggalan berupa busur gendewa, maupun budaya panahan  jemparingan   model lama /  jegulan . B.   JEMPARINGAN gagrak Mataram Karaton Ngayogyakarta Seni memanah ini sudah ada sejak Awal pemerintahan  Sri Sultan Hamengku Buwono ke 1 , dilakukan dalam posisi duduk bersila, wajib menggunakan busur  gendewa  dg  cengkolak   (ing. riser / handle) dari kayu, dan  lar / sayap (ing.  limb ) dari kayu walikukun yang keras, padat dan halus, serta tidak mudah patah  (sekarang : bambu Petung) Gandhewo dan jemparing jegulan  sampai sekarang masih t